Sabtu, 22 Januari 2011

Mengulas Sejarah Kebudayaan dan Peradaban Islam Klasik

Definisi Kebudayaan dan Peradaban Islam
Secara harfiah "kebudayaan" berasal dari kata "budi" dan "daya" ditambah awalan "ke" dan akhiran "an".
Budi berarti akal dan daya berarti kekuatan. Dengan demikian kebudayaan Islam berarti segala sesuatu yang dihasilkan oleh kekuatan akal manusia muslim. Sedangkan peradaban berasal dari kata arab "adab" berarti bernilai tinggi. dengan demikian peradaban islam adalah kebudayaan Islam yang bernilai tinggi.

Objek Kebudayan Islam
Muhammad Abduh ketika menyindir pendapat IbnuTaimiyah yang berpendapat bahwa ajaran Islam ada dua macam yaitu ibadah dan muamalah. Ajaran mengenai ibadah dalam Alquran bersifat tegas, jelas dan terperinci, sedangkan ajaran mengenai muamalah (hidup kemasyarakatan) merupakan dasar-dasar dan perinsip-perinsip umum yang tidak terperinci bahkan hanya sedikit jumlahnya. "Harun Nasution. Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), hl.62"

Soal ibadah dan keimanan dalam agama Islam jelas dan tegas, merupakan aturan tentang hubungan antara Kholiq dan Makhluk, diwahyukan melalui Rosul, tidak boleh berubah atau bertambah. Perubahan dan tambahan dari yang diwahyukan Allah berarti keluar dari agama Islam. Oleh karena itu, soal keimanan dan ibadah bukan merupakan objek kebudayaan. Yang menjadi objek kebudayaa adalah soal-soal muamalah. Muamalah adalah hubungan antara sesama manusia, dan itu selalu berubah sesuai dengan perkembangan manusia.

Mengenai zaman Islam klasik, Harun Nasution menyebutkan antar 650-1250 M. Ini terjadi semenjak Rosul Muhammad menyebarkan risalahnya sampai hancurnya Baghdad pada abad XIII M. Masa itu merupakan masa perluasan wilayah, integrasi, dan keemasan Islam. Perluasan wilayah yang dimulai oleh Khulafa ar-Rosyidin dilanjutkan Bani Umayyah dan mencapai keemasan pada masa Bani Abbas, membuat Islam menjadi negara besar. Timbullah persatuan berbagai bangsa di bawah naungan Islam, dengan bahasa Arab kebudayaan serta peradaban Islam tumbuh menjadi peradaban baru. Walaupun Bani umayah labih banyak memusatkan perhatian kepada kebudayaan Arab, tetapi rintisan awal yang menjadikan kebudayaan Arab menjadi inti peradaban Islam telah dimulai.
 
Bani Umayyah yang menjadikan Damaskus menjadi ibukota, masih mementingkan kebudayaan arab. Bani Abbas memindahkan ibukotanya ke Baghdad, suatu kota yang banyak dipengaruhi kebudayaan Persi. Dengan pengaruh kebudayaan Persi yang semenjak sebelum Islam telah maju dalam bidang ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani, maka masa Bani Abbas merupakan puncak peradaban Islam, terutama dalam hal ilmu pengetahuan. Harun Alrasyid dan Almakmun merupakan Khalipah Bani Abbas yang sangat besar perannya dalam pengembangan ilmu.

Bersambung..... Mikir dulu.


Rabu, 19 Januari 2011

Dampak Demokrasi


Benarkah demokrasi melahirkan banyak pejabat menjadi penjahat ?

Demokrasi ternyata gagal menghasilkan pemimpin-pemimpin yang jujur, bersih, dan tahu malu”. Demikian kutipan dari editorial sebuah media harian nasional ( MI, 20/1/2011). Ini adalah sebuah ungkapan jujur tentang demokrasi. Sekalipun bukan hal baru, ungkapan tersebut mengingatkan kembali umat Islam tentang hakikat dan fakta dari sistem demokrasi yang diadopsi oleh negri ini (Buletin Dakwah Al-Islam Hizbut Tahrir Indonesia).

Hanya ilusi, mengharapkan keadilan dan kesejahteraan dari sistem ekonomi dan kebudayaan liberal-kapitalistik. Sistem ini hanya menjamin keadailan dan kesejahteraan sebagian orang. Biasanya hanya orang-orang yang ada dalam olighariki kekuasaan. Rakyat hanya dijadikan ‘sapi perah’ penguasa dan wakil rakyat dengan kebijakan-kebijakan yang memberatkan; pajak, pencabutan subsidi BBM, kenaikan tarif listerik, dan lain-lain. Solusi final problem ini hanya dengan menegakan sistem ekonomi Islam dan institusi Kilafah ‘ala Minhaj an-Nubuwwah, yang menerapkan syariah Islam secara total dalam seluruh aspek kehidupan. Tapi kapan semua itu bisa terjadi ? menjadi sebuah harapan dan cita-cita dari seorang muslim sejati.

Dalam berbagai forum, Indonesia mendapat pujian sebagai Negara demokratis. Namun, apakah dengan setatus demokrasinya negri ini talah mampu melahirkan kepemimpinan yang amanah ? tidakkan. Apakah demokrasi biasa mewujudkan kesejahteraan dan keadilan dalam seluruh aspek kehidupan warga negaranya ? belumkan.!

Pasti selaku warga Negara yang baik merasa teriris miris kalau melihat fakta aktual sepanjang tahun 2010 tercatat 148 dari 244 kepala daerah menjadi tersangka korup ( mencopet kelas kakap ). Bahkan sebagian dari pemenang Pilkada 2010 bersetatus tersangka dan meringkuk di penjara. 
Jadi, omong-kosong kalau kita berharap bahwa sistem demokrasi bila melahirkan para pemimpin yang amanah, apalagi terkait kesejahteraan. Pasalnya, demokrasi hanya menjadi tempat bagi orang-orang dan kelompok oportunis untuk mentransaksikan kepentingan perut dan nafsunya semata.

Tahu tidak biaya demokrasi itu amat mahal ? Tapi, hasilnya Nol !
Selama tahun 2010, tercatat sebanyak 244 Pilkada dilangsungkan dengan menelan biaya lebih dari Rp 4,2 triliun. Ditambah lagi dengan pengulangan-pengulangan yang biayanya lebih besar dari itu. Penghamburan uang itu terjadi di tengah-tengah kondisi yang sangat memilukan; pada tahun 2010 tercatat lebih dari 31 juta (13%) dari 237 juta penduduk Indonesia dalam kondisi miskin luar biasa. Dalam hal ini, hasil Pilkada tidak pernah mengubah nasib rakyat. Yang berubah hanya para penguasa dan kroni-kroninya saja.

Pilkada yang tujuannya menyertakan rakyat secara langsung untuk menentukan pimpinannya sendiri di tingkat daerah faktanya juga talah melahirkan dampak negative. Masyarakat menjadi berkotak-kotak, bahkan menjadi lawan yang mengarah kepada tindakan kekerasan. 

Secara sederhana demokrasi bisa dikatakan sebagai akar dari masalah-masalah
Yang namanya politik saat ini diartikan sebagai proses interaksi pemerintah degan masyarakat untuk menentukan kebijakan publik demi kebaikan bersama. Sistem politik yang dianut Indonesia adalah Demokrsi. Dan itu kini telah menjelma menjadi sebuah paham, bahkan semacam ‘agama’ yang nyaris tanpa koreksi.


Gagasan dasar demokrasi adalah kedaulatan rakyat. Intinya, kewenangan membuat hukum ada di tangan manusia. Demokrasi selalu  dianggap sebagai tatanan atau system politik yang paling ideal. Dalam sistem demokrasi, rakyat diasumsikan akan benar-benar berdaulat dan mendapatkan seluruh aspirasinya. Dari sana, melalui peroses politik yang demokrasi, lantas dibayangkan bakal tercipta sebuah kehidupan masyarakat yang ideal; adil, damai, tentram, dan sejahtera.

Bagaimana bisa diharap akan keadilan bila sistem demokrasi malah melahirkan banyak pejabat dan penguasa yang lebih pantas disebut penjahat. Mereka adalah para tersangka berbagai kasus tindak pidana (terutama korupsi). Ini karena banyak dari peroses politik berlangsung secara transaksional. Paragmatisme politik baik demi kekuasaan ataupun uang lebih banyak berperan lebih aktif. Dalam kondisi demikian, kepentingan rakyat dengan mudah terabaikan. Bagi penguasa, rakyat hanyalah alat untuk meraih kuasa. Akhirnya, bukan kedaulatan rakyat yang menjadi ruh dari sistem demokrasi, melainkan kedaulatan kapital dari para pemilik modal. Ini adalah kenyataan umum di Negara penganut demokrasi, tanpa kecuali termasuk AS dan Eropa sebagai kampiun demokrasi.

Oleh karena itu, pujian terhadap Indonesia yang diangap sebagai ‘jawara demokrasi’ dengan julukan “Indonesia’s Shining Muslim Democracy” (Demokrasi Muslim Bersinar di Indonesia). Tapi faktanya julukan itu tidak selaras dengan perbaikan kehidupan rakyat.

Tidak aneh bila banyak orang melihat demokrasi sesungguhnya adalah sistem yang bermasalah. Tokoh barat sendiri Winston Churchil, menyatakan, “Democracy is worst possible form of government” (demokrasi kemungkinan terburuk dari sebuah bentuk pemerinthan).

Saatnya Kembali ke Sistem Islam

Dasar politik yang diterapkan di Indonesia adalah sekularisme, paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Hukum bersumber dari akal dan hawa nafsu manusia melalui peroses demokrsi. Hukum dibuat oleh segelintir orang yang tidak lepas dari kepentingan, baik kepentingan uang ataupun kekuasaan. 

Selama sekularisme dan demokrasinya yang diterapkan selama itu pula yang terjadi adalah kerusakan dan keterpurukan. Hanya syariah Islam yang bisa menjamin keadilan karena ia berasal dari Dzat yang Maha Adil. Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendak. (hukum) siapakah yang lebih baik dari pada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ? (Qs Almaidah; 5 50).

Sabtu, 01 Januari 2011

Tidak Selamanya Belajar itu Membosankan

Yah dengan belajar ! Seseorang bisa menjadi dirinya. 
Banyak orang yang bertanya pada hatinya " siapa aku sebenarnya ? ". Meski ada jawabannya tapi dia enggan untuk menjawab, bahkan ada yang tidak pernah untuk menjawabnya. Kenapa ? karena dia takut tidak bisa untuk membuktikannya kepada orang lain bahkan kepada diri sendirinyapun dia tidak yakin.
Persoalan ini pernah penulis alami. Perasaan takut dan khawatir datang tidak diduga secara bersamaan disaat;  teman, sahabat, keluarga dan orang yang selalu dekat, saat itu tidak bisa membantu walau hanya seucap kata.
Yah ! Rasa takut dan khawatir bisa disebut ujian bahkan bisa juga diangap sebuah ancaman bagi seseorang yang tidak sanggup untuk melewatinya. Akan tetapi yang namanya ketakutan dan kekhawatiran pasti datang kepada semua orang baik yang kaya atau miskin, pintar atau bodoh bahkan yang beriman atau si kafirpun pasti merasakanya. Terutama bagi yang beriman "Allah akan mengujinya dengan harta, makanan, penyakit dan lingkungannya" tapi jangan takut dan khawatir selama dia bersabar dan mengikuti petunjuk-Nya dia dalam keselamatan. Amin. Itu dari segi penjelasan Agama

Lalu apa benar belaja itu membosankan ? Jawabannya relaif.
Bagi orang yang tidak ada kemauan memang belajar amat membosankan, bahkan enggan untuk belajar. Kenapa ?  Karena salah satu  dari faktor orang tidak mau belajar  Dia belum merasakan betapa indah, dan bangganya hasil dari sebuah belajar. Tapi, bagi orang yang sudah tahu indah dan bergunanya belajar Dia akan mengatakan "belajar itu begitu menyenangkan".

lihat; kebahagiaa seorang anak yang berhasil bisa bersepeda

Contoh kecil; seorang anak yang ingin belajar bersepeda saja, walau Ia terjatuh berkali-kali, rasa sakit tidak dihiraukan bahkan sampai ada yang mengeluarkan tetesan darah. Tapi, karena Ia ingin merasakan indah, senang, dan enaknya bermain sepeda Ia terus berjuang sampai Ia berkata "aku bisa".


Lihat; betapa lucu dan semangatnya seorang anak ketika ingain bisa berjalan.


Masih ingatkah anda sewaktu kecil Anda ketika ingin bisa berjalan ? atau tidak ingat sama sekali, ukh pasti lupa ! kalau masih ingat lucu tahu. Karena melihat sesamanya bisa berjalan seorang anakpun ingin bisa berjala. Seharusnya semangat dan keyakinan itu selau kita bawa bahkan tertanam dalam hati yang paling dalam. Mengapa orang lain mampuh sedangkan kita tidak, itu harus menjadi sebuah pertanyaan yang harus kita jawab sendiri.


Selaku manusia, penuilis juga sama. Sering dihampiri lamuna-lamunan seperti itu. Penulis juga memiliki banyak cita-cita, salah satunya menjadi seorang Fotografer yang memiliki makna atau arti kehidupan dalam  photo-photonya. Bisakah ? Tentu saja bisa . Google adalah salah satu cara perintisnya. Tapi yang lebih penting adalah praktek , mengasah keahlian mata kita dalam hal membuat foto yang bagus.


 foto D'Jasny Takokak
yang Saya ambil saat Kami memotret Takokak di Dini hari

Caranya :
Pertama , pelajari dulu kamera yang anda miliki. Kenali baik-baik, kalu bisa seperti mengenali diri sendiri. Dari segi pengoperasiannya dan yang paling penting adalah cara kerjanya dalam hal menangkap cahaya. Proses menangkap/mengumpulkan cahaya ini dikenal juga sebagai exposure.
Dalam exposure , ada 3 elemen yang berperan yaitu : Aperture, Shutter Speed, dan ISO/ASA. Tiga elemen ini sifatnya configureable , menentukan kuantitas cahaya yang masuk ke dalam kamera. Terlalu banyak akan menyebabkan over / terlalu terang. Terlalu sedikit menyebabkan under / terlalu gelap. Idealnya tentu adalah hasil foto sesuai dengan kondisi aslinya. Kenali cara kerja kamera dalam exposure tersebut : cara mengatur nilai 3 elemen tsb , cara kamera mengukur cahaya ( metering ) , cara mengetahui hasil over/under . dsb


Kedua, belajar membuat foto yang bagus. Apa dan bagaimana foto yang bagus? semua orang tentu punya kriterianya sendiri-sendiri. Sulit utk menentukan rumus pasti tentang hal itu. Namun di fotografi ada yg namanya guidelines , petunjuk dalam membuat foto yang bagus. Ini seperti aturan2 yang dari dulu sudah terbukti manjur. Tidak harus diikuti namun tidak rugi untuk dipelajari. 

Membuat foto tidak jauh dari membuat kaimat.Ada huruf kecil besar , tanda baca koma , tanda seru untuk menyatakan ketegasan , bold utk memberi penekanan dan struktur katanya yang indah seperti puisi. Cuma bedanya  di fotografi bahan2nya berbeda. Di fotografi kita hanya punya aspek visual saja .. gunakan itu. Bahan fotografi diantaranya garis , pola/pattern , warna , gelap terang .. coba ramu itu semua sehingga menjadi sebuah foto yang dapat menggugah penikmat foto.
Yang seperti ini tidak didapat dari kursus . harus belajar sendiri , menemukan style kita sendiri. 

 Potretnya Takokak, 26 Januari 2011 sekitar pukul 06:00-an

Selain itu , cobalah melihat sekitar kita. Belajar mengamati , melihat dan membuat foto dari sekitar kita. Sulit rasanya kalau kita mengabadikan foto/momen tanpa kita mencintai momen hidup itu sendiri.. Kalau kita amati  petuah2 dari fotografer kawakan terkadang tidak berhubungan sama sekali dengan fotografi tapi lebih ke nasehat kehidupan. Dan hasil fotonya pun seolah merupakan refleksi dari filsafah kehidupan mereka. So, mari kita mulai belajar fotografi
ini dari hidup yang kita cintai , dari sesuatu yg kita cintai .. untuk kemudian kita share dengan yang lain .. melalui foto indah kita .
met belajar.